Cerita Gay Jadi Anggota CIA CIA, sebenarnya adalah singkatan dari Cek In Aje. Akronim lelucon yang biasa kusebut, apabila aku bermaksud menyalurkankan hasrat birahi dengan seseorang yang kuinginkan, di sebuah hotel.
Berikut ini adalah beberapa penggalan kisah cek in yang pernah aku lakukan.
Aku terkadang masih sering bertanya sendiri, termasuk dalam kelompok apakah aku ini, dengan kecenderungan ketertarikan berkelamin sesama jenis. Pada beberapa rubrik kesehatan, aku selalu membaca artikel yang mengupas soal itu. Namun, ulasannya biasanya hanya sedikit. Karena itu, tidak dapat memenuhi hasrat keingintahuanku, tentang dunia ganjil yang kugeluti. Sehingga, akhirnya, aku membaca buku berjudul Perawatan Kesehatan Tanpa Rasa Malu, karangan dari Charles Moser, Phd, MD, yang diterjemahkan dari judul aslinya Health Care Without Shame.
Tak sengaja aku menemukan buku tersebut, di rak pamer toko buku Gramedia, pada penghujung tahun 2000-an ini. Satu lagi adalah, buku berjudul Gay: dunia kaum homofil, terbitan Grafiti Press, Jakarta tahun 1987, kuangap sebagai cikal bakal referensi pencarian jati diri.
Kini aku semakin confidence dalam menghadapi hidup di dunia margin. Kusebut demikian, karena dari hasil studi literature, aku menemukan diriku tergolong dalam kelompok yang disebut sebagai bisex.
Aku dapat juga merasakan sensasi kenikmatan berkelamin dengan sesama jenis. Walaupun secara parameter, kuantitas sex intercourse-nya lebih banyak dengan yang lain jenis, namun secara makna dan kualitas, kepuasan lebih banyak kudapatkan dari hasil hubungan yang sejenis. Hal ini, kemudian kuanggap, menjadi keberuntunganku pula, untuk menutupi keadaan yang sesungguhnya, siapa diriku sebenarnya.
Aku, sebenarnya, lebih beruntung dari mereka, yang benar-benar tidak punya pilihan lain – sebagai aktulisasi diri – tampil sedemikian apa adanya melalui wira laku, wira suara, ataupun wira busananya sehari-hari. Sehingga, hanya dengan sekilas memandang, sudah dapat diketahui orientasi seksual yang bersangkutan. Namun, dalam tatanan pergaulan sosial, tidak jarang fakta itu kemudian diralat atau dibantah oleh yang bersangkutan, apabila hadir dalam komunitas masyarakat hetero, bila perlu dengan menyelenggarakan press confrence.
Untuk alasan menjaga reputasi, kiranya dapat dimengerti dan dimaklumi sikap tersebut, mengingat kebiasaan umum yang masih menabukan soal yang demikian. Itulah kehidupan dunia ganjil, yang diliputi kepalsuan dan kemunafikan. Sayup-sayup dikejauhan kudengar alunan lagu "dunia ini, panggung sandiwara.., ceritanya mudah berubah.."
Buatku, yang mengasyikan dalam berkelamin sejenis adalah, ketika kami sedang bergumul, mencumbu dan mengagumi keindahan anatomi alat kejantanan. Saling menjilat dan menelusuri lekuk tubuh atau menghirup aroma alaminya. Termasuk di dalamnya adalah menerapkan istilah-istilah seperti body contact, blowjob, felatio, rimming, cumshots, maupun anal intercourse yang menjadi definisi operasional dan familiar dalam komunitas masyarakat penggemar seks sejenis.
Bagi pendatang baru, awalnya akan merasakan kecanggungan – lebih tepat malu – dalam berhubungan seks sejenis. Namun, biasanya, perasaan itu berangsur lenyap, manakala nafsu sudah menjalar ke seluruh relung tubuh; dengus nafas yang mulai tidak beraturan dan denyut jantung yang semakin cepat. Pandangan mata pun mulai berubah menuntut suatu penuntasan. Seperti yang terjadi dal kisah berikut ini.
Pada suatu ketika aku, Adam dan Sony – seorang hetero – memutuskan untuk bersantai disuatu karaoke. Kebetulan kami memang senang menyanyi. Karena keesokan harinya libur maka kami memutuskan stay up di salah satu hotel di ibu kota.
Dari Adam, aku tahu kalau Sony gemar minum. Karena itu, sebelum cek in kami mampir dulu ke geray minuman untuk membeli beberapa botol minuman serta makanan kecil.
Di kamar hotel, kami ngobrol biasa sambil minum. Aku membantu meracik minuman juga menyalakan rokok untuk Sony. Kulihat Adam sudah sempoyongan, oleh sebab itu aku membiarkan ia untuk tidur. Sementara, Sony, masih tetap tegar dan asyik bercerita soal pekerjaannya sebagai account officer d salah satu bank di ibukota.
Bau alkohol memancar dari mulut Sony.
Terus terang, aroma itu membuatku terangsang. Sekonyong-konyong aku mendekap tubuh Sony dan segera melumat bibirnya. Awalnya dia tampak terkejut dengan kejadian yang mendadak itu. Aku memang cuma sebentar melumatnya. Hanya kumaksudkan sekadar sebagai shock therapy buatnya. Selanjutnya kami bersikap seolah tidak ada apa-apa.
Aku takjub dengan daya tahan Sony minum alkohol. Bayangkan, dua setengah botol dry gin murni dihabiskan sendiri. Padahal, di karaoke tadi ia juga sudah minum. Oleh sebab itu, tidak heran, apabila Sony kemudian ng-joprak – muntah-muntah. Wah, terpaksa ku bangunkan Adam dari lelap tidurnya, untuk membantu mengangkat tubuh Sony yang berdimensi 175/70 itu. Kami membersihkan muntahan Sony yang berceceran di karpet. Kemudian memindahkan tubuh Sony yang tergelatak di lantai ke atas dipan. Sony mabuk berat.
Dengan pertolongan Adam, aku membuka kemeja dan celana panjang Sony. Agar dia lebih nyaman berbaringnya. Kemudian, kulihat Sony hanya tinggal mengenakan celana dalam saja. Di atas dipan tergolek sosok jantan Sony, dengan sebuah tonjolan besar membayang dibalik celana dalam yang dipakainya.
Didasari keingintahuan melihat sesuatu yang tersembunyi itu maka aku melepas sekalian celana dalam Sony. Astaga, aku hampir terpekik kaget, menyaksikan bentuk kemaluan Sony yang besar, menyeruak dari gundukan hitam pubic-nya yang lebat. Saat itu, aku tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak berbuat sesuatu.
Tanpa membuang waktu lagi aku segera menelungkupkan wajah di atas selangkangan Sony. Tercium wangi aroma kejantanan pria yang menebar dari wilayah itu, makin membuat gairahku melambung.
Perlahan kujulurkan lidahku untuk menjilat dan mengulum kemaluan Sony, sambil meremas-remas pubic-nya yang ikal lebat itu. Tak lama kemudian, kemaluannya mulai terlihat meregang dan menampakan bentuknya yang semakin mempesona. Aku menjadi gila dibuatnya. Dengan liar mulut dan lidahku menjelajah seluruh lekuk selangkangan Sony.
Sayup-sayup kudengar Sony mulai melenguh, mendesah serta meracau "..enyak..sshss..ogh..gglek.." seraya memutar goyangkan pinggulnya. Selanjutnya, disela getar dan gelinjang tubuhnya kulihat Sony menekuk lutut kakinya dan sedikit menggangkat bongkahan pantatnya yang gempal itu. Maka lidahku dengan mudahnya menjelajahi lingkar rectum-nya yang terlihat jelas dikelilingi pubic. Cumbuan itu rupanya membuat sensasi tersendiri bagi dirinya.
Pada saat yang sama Adam juga menelungkup di atas badan Sony. Lidahnya bergerilya menyapu seluruh lekuk badan atas dan wajah Sony. Terkadang menghisap dan menggigit puting Sony. Tidak jarang menyapu bagian bawah lengan Sony yang ditumbuhi bulu yang lebat itu. Dengus tiga nafas kami semakin mengaburkan kejelasan ucapan Sony.
Aku melumasi lubang rectum-ku dengan gel vaginal lubricant K-Y, yang kubeli di apotik sebelumnya.
Demikian pula dengan batang dan kepala penis Sony. Aku ingin di-insert olehnya. Adam sedang melumat bibir Sony, seraya meremas kedua dada Sony, ketika aku mengarahkan lubang rectum-ku ke penis Sony yang tegak berdiri itu.
Kemudian, dengan sekali sentakan seluruh batang penis Sony telah tenggelam di dalam cengkraman lubang kenikmatanku. Aku mengalami kenikmatan yang luar biasa saat batang kemaluan Sony terasa melesat menelusuri liang tubuhku.
Dari penuturan Sony sesudahnya, aku mendengar bahwa ia merasakan kehangatan dan sensasi yang hebat, ketika penisnya sedang menjelajah terowongan ass-hole.
Betapa ia merasa ada sesuatu yang memilin, mencengkeram serta menghisap batang dan kepala penisnya. Menimbulkan rasa denyutan dan senut-senut yang aneh namun mengasyikan.
Apalagi ketika kemudian ia memuntahkan erupsi lahar panas asmara yang telah bergejolak di kepala penisnya. Itulah sebabnya, aku tadi sengaja – walaupun berakibat resiko buatku – tidak menggunakan kondom agar Sony dapat merasakan secara langsung sensasi persentuhan organ kelaminnya dengan bagian dalam tubuhku.
Ia tidak marah kepadaku. Bahkan berucap terima kasih telah mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Walau pada kalimat terakhir ia tidak secara tegas mengucapkan hal itu.
Namun, pandangan matanya telah mengatakan lebih dari apa yang ingin ia katakan secara lisan. Body Language. Ya, bahasa tubuh. Sama seperti saat ia menginginkan kembali persetubuhan atau cumbuan itu. Tidak perlu dengan kata atau kalimat. Cara ia menatap dan gerak tubuhnya sudah berbicara ketika ia minta tambah. Aku bisa menangkap bahasa isyarat-nya. Tak lama kemudian kami sudah bergumul kembali. Saling dekap dan pagut memintal hasrat birahi yang menggelora.
Akan halnya dengan Adam, ia sahabat terbaikku. Kami sudah biasa berbagi cinta – three some. Dengan cara demikian, selain melakukan persetubuhan kami juga dapat saling melihat dan merangsang. Menurutku bercinta bertiga lebih memberikan kenikmatan. Sebab kami dapat saling membantu satu sama lain.
Sesudah pergumulan itu, kami tetap berlaku biasa seperti halnya kaum hetero lainnya. Sony memiliki gadis, demikian pula aku dan juga Adam. Semua berjalan wajar.
Percintaan dan persetubuhan sejenis bertalian dengan organ tubuh yang paling rahasia, tentunya hal ini menjadi sangat pribadi sekali. Terkadang kita tidak memperhatikan hal ini hanya karena merasa berasal dari gender yang sama. Sehingga menganggap remeh masalah kebersihan tubuh.
Pengalaman membuktikan, salah satu sebab gagalnya hubungan yang lebih intens karena masalah kebersihan tubuh. Karena itu, yang paling penting adalah senantiasa menjaga sanitasi tubuh agar tetap higienis dan siap saji. Sebab, hanya karena masalah tersebut bisa saja appetite seseorang langsung hilang.
Namun dapat juga terjadi, sikap yang terlalu menjaga image soal kebersihan dan penampilan menjadikan figure kelakian seseorang menjadi hilang.
Seorang lelaki menjadi kelihatan lebih perempuan dari yang perempuan. Sesungguhnya. hal seperti ini, biasanya tidak terlalu disukai oleh penikmat lelaki. Salah satu alasan bercinta dengan sesama lelaki karena mengharapkan sensasi sensualitas seorang lelaki. Bukan perempuan.
Karena itu, bersikap seperti seorang perempuan untuk memikat seorang lelaki, sebenarnya, malah merusak esensi ke-gay-an itu sendiri. Be a man as you are a man. Itu menjadi sebab lelaki yang feminim tidak terlalu suka bercinta dengan yang feminim juga. Hilang sensasi kelakian yang didamba.
Rambut sebaiknya berpotongan rapi dan dijaga jangan sampai bau apek. Telinga agar sering dibersihkan sehingga tidak terlihat kotoran tepi daun atau menggumpal di lubang telinga.
Kebersihan gigi dan mulut perlu mendapat perhatian. Sehingga tidak menebarkan aroma yang aneh. Bulu ketiak sebaiknya dijaga kebersihannya dan tidak menggunakan pewangi artificial berbau menyengat, yang malah akan semakin membuat aroma tubuh menjadi tidak karuan.
Lebih baik menjaga kebersihan badan dan pakaian daripada menutupinya dengan kamuflase pewangi buatan. Tentu saja, akan lebih baik apabila aroma di luar dan dalam sama wangi dan bersih.
Apabila kemaluan Anda tidak disunat maka glans penis selayaknya sering dicuci. Untuk membuang smegma yang menimbun di lingkar glans tersebut. Demikian pula dengan bulu pubic yang juga menuntut perawatan dan perhatian. Artinya, selalu dikeramas supaya tidak bau karena lembab. Biasakan mencuci scrotum dan rectum sampai bersih dengan sabun. Jika perlu dibilas pula dengan larutan disenfektan semacam dettol. Kaki dijaga kebersihannya agar tidak berbau. Demikian pula dengan kukunya.
Terakhir adalah memberikan perlindungan tubuh dengan pemberian vaksin anti hepatitis B, apabila anda belum memilikinya. Gunakan kondom dan 'selektif' tidak asal mau sama siapa saja. Terlebih apabila anda seorang recipient atau bottom tipe.
Kecenderungan yang terjadi pada komunitas ini adalah berganti-ganti pasangan berkelamin (promiscuity). Itu sah-sah saja. Namun, hendaknya, tidak dilakukan dengan ceroboh. Mengingat akibat akhir yang akan ditanggung nantinya. Misalnya, tertular penyakit kelamin atau kulit. Yang lebih menakutkan adalah terkena HIV.
Disini aku cuma ingin berbagi pengalaman dan pengetahuan. Tidak pula aku bermaksud menggurui. Utamanya kisah ini ditujukan bagi para pendatang baru komunitas penggemar seks sejenis.
Aku pernah mengalami perasaan dan ketakutan yang sama untuk bertanya kepada orang lain perihal serba-serbi penyimpangan orientasi seks. Biasalah, soal martabat dan kehormatan diri. Apalagi masyarakat luas masih menganggap hal ini sebagai sesuatu yang nyleneh, yang lebih tepat disebut sebagi aib atau cela. Karenanya harus ditutupi. Begitulah, setidaknya, menurutku, masyarakat punya andil dalam membentuk komunitas kita menjadi munafik.
Ada lagi pengalaman lain, dengan Aldi. Aku harus berterima kasih kepadanya. Ketika ia mengingatkanku perihal penyakit kulit yang diindapnya. Mulanya aku tidak tahu, kalau saja ia tidak bercerita soal rasa 'kegatalan' di daerah lipat pahanya. Sehingga ketika aku akan felatio (blow job) kepadanya ia mencegah. "Jangan.. deh aku lagi gatal.." Untungnya aku sempat mendengar ucapannya itu.
Kemudian aku nyalakan lampu yang tadi kupadamkan. Di tengah nyala pendaran lampu kulihat tubuh twiggy Aldi tergolek bugil dengan kemaluannya yang lumayan besar. Glans-nya mengkilat menyeruak dari kulit kulupnya yang tidak di circumcisi. Warna kulit tubuhnya yang putih memberikan kontras yang bagus dengan pubicnya yang berwarna jelaga.
Aku menelungkup lagi ke arah selangkanganya guna melihat lebih dekat. Kulihat ada lesi kulit primer berupa lepuh-lepuh kecil berisi cairan jernih dan berkelompok – istilah medisnya adalah vesikel – yang ada di sekitar pangkal batang penisnya. Bagi Aldi, rasanya gatal dan panas seperti terbakar.
Dari literature, aku menjadi tahu kalau itu adalah penyakit herpes simpleks, yang dapat juga ditularkan oleh kontak orogenital. Menurutku, kondisi tubuh Aldi saat itu tidak layak untuk suatu hubungan badan.
Karenanya aku membatalkan sepihak. Untungnya, Aldi menyetujui juga. Untuk hal ini, aku berhutang budi pada Aldi yang telah menyelamatkanku dari tertular penyakit herpes-nya itu. Malam itu, akhirnya kami tidak melakukan apa-apa.
Sesudah kencan yang gagal – tapi malah aku syukuri – itu aku meng-copy-kan literature soal penyakit tersebut serta memberikan saran pencegahan dan penyembuhan – termasuk obat untuk penyembuhannya. Puji tuhan, penyakitnya sekarang sudah sembuh dan Aldi sudah sehat kembali.
Lain lagi kisahku dengan Juan, juga seorang hetero. Selain mengundangnya ke rumahku aku bersama Adam juga biasa melakukan kencan dengannya di hotel. Memang dari segi biaya menjadi high cost. Namun kemahalan itu menjadi impas apabila dibandingkan dengan privacy yang didapat.
Bagaimanapun aku harus melindungi juga nama baik dan kehormatan Juan di mata rekan gaulnya. Bahwa ia tetap seorang yang dikenal badung, cuek dan jauh dari kesan anak mami seperti kebanyakan streotype penikmat seks sejenis yang aku temui.
Kami sama-sama punya kebutuhan menyalurkan hasrat seks yang menggebu. Semacam hubungan simbiosis mutualisma, itulah yang menjadi komitmen awal dari perhubungan ini.
Juan langsung merebahkan tubuhnya di tempat tidur, begitu kami chek-in di sebuah hotel. Ketika aku dan Adam membukakan pakaian dan celananya ia tetap bersikap kooperatif. Sehingga kami tidak mengalami kesulitan yang berarti.
Benar saja, ketika celana dalamnya kulepaskan nampak kemaluannya sudah menegang keras seolah hendak mengatakan say hello kepadaku. Aku menjilat glans-nya yang sudah merah mengkilat itu. Juan tersenyum. Wouw, pandangannya sangat mengundang.
Aku segera bangkit dan melepas semua pakaian yang melekat di tubuhku, demikian pula Adam, sehingga Juan dan kami menjadi sama-sama bugil. Tapi kami tidak ingin segera main meskipun kami tahu Juan sudah menginginkannya.
Dia berbaring terlentang dengan menyilangkan kedua tangannya dibelakang kepalanya. Sangat seksi penampakannya dalam posisi seperti itu. Kulit tubuhnya yang putih bersih – tipikal kulit etnis seberang – di warnai dengan aplikasi warna hitam bulu ketiak yang tumbuh lebat bagaikan genggaman sapu ijuk serta deretan bulu pubic yang menjalar dari bawah pusar memenuhi episentrum di pangkal pahanya. Amazing.
Terus terang, aku paling suka sekali menghirup aroma bulu ketiak. Buatku aroma ketiak Juan begitu dahsyat sehingga mampu membakar hormon testoteron-ku.
Kehebatan Juan adalah ia tidak memerlukan pewangi artificial yang malah akan membuat diriku mual. Beruntung sekali, aroma tubuh Juan termasuk 'sopan' sehinga tidak perlu di-kamuflase dengan sapuan pewangi tubuh. Akupun menjadi bebas menjelajah tanpa takut terkena alergi kontaminasi parfum dan sejenisnya.
Aku harus berterima kasih kepada Adam, yang banyak membantuku dalam segala hal. Termasuk dalam urusan bercinta. Tanpa dia, aku kewalahan untuk menyelesaikan percumbuan itu.
Harus diakui, Adam adalah pemain cinta yang hebat. Pada dirinya tergabung totalitas, kekuatan dan strategi bercinta. Dengan Adam, aku dapat bebas melakukan three some, saling bahu membahu, membuat patner seks kami mencapai kepuasan persetubuhan sejenis.
Coba deh, kebayang gak sih, nikmatnya, apabila kamu dicumbui oleh dua atau tiga orang sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Pada saat puting susumu dihisap-hisap, penismu juga merasakan sedotan cinta yang sama, dan asshole-mu di-insert atau di-rimming.
Semua memberikan efek denyutan birahi yang tidak akan dapat dilukiskan dengan kata-kata, kecuali mempersilahkanmu untuk membuktikannya sendiri.
Sony, Aldi, maupun Juan, hanyalah sekian dari beberapa nama dari mereka yang pernah berpetualang cinta dengan kami. Sampai saat ini dan seterusnya pun Anda tidak akan pernah tahu siapa sesungguhnya mereka.
Seperti itu pula kami akan melindungi privacy Anda apabila bercinta dengan kami. Begitulah kode etik yang kami jalankan. So, bercinta sejenis, siapa takut? Anda berani menerima tantangan?